Cahaya Perempuan Merayakan Hari Kesehatan Seksual 2025

Bengkulu – Setiap 4 September, dunia memperingati Hari Kesehatan Seksual Sedunia. Tahun 2025 ini, tema internasional yang diangkat adalah “Keadilan Seksual: Apa yang Dapat Kita Lakukan?”. Tema tersebut kemudian diterjemahkan Konsorsium PERMAMPU dengan melihat realitas di lapangan, khususnya wilayah dampingan di Sumatera, menjadi “Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan Seksual Perempuan Marginal”.

Direktur Cahaya Perempuan WCC Bengkulu, Leksi Oktafia, menjelaskan bahwa perubahan iklim memberi dampak berbeda bagi perempuan dan laki-laki, terutama pada aspek kesehatan dan hak-hak seksual perempuan marginal. “Perempuan di pedesaan, perempuan miskin, lansia, remaja putri, perempuan minoritas, hingga penyintas disabilitas mengalami beban berlapis. Hak seksual dan kesehatan reproduksi mereka terabaikan, lalu diperparah oleh krisis iklim,” tegas Leksi, Rabu (3/9).

Peringatan HKS yang difasilitasi Konsorsium PERMAMPU digelar pada 29 September 2025 secara hybrid, melibatkan 8 provinsi di Sumatera. Di Palembang, kegiatan dilaksanakan secara tatap muka bersama anggota lembaga, calon mitra, serta 152 perempuan akar rumput dan 11 laki-laki pemangku kepentingan. Mereka berasal dari forum komunitas perempuan, forum perempuan muda, pengurus credit union, forum multi-stakeholder, kader layanan HKSR, keluarga pembaharu, serta perwakilan lansia dan perempuan disabilitas dari 27 kabupaten dampingan.

Dalam kegiatan ini, pakar perubahan iklim Dr. Dian Afrianie menyampaikan bahwa banjir, kekeringan, dan cuaca ekstrem membawa dampak langsung pada kesehatan seksual perempuan. Misalnya, sulitnya akses air bersih memaksa anak perempuan menempuh jarak jauh, sehingga rentan kekerasan seksual maupun gangguan kesehatan reproduksi. Kemarau panjang juga memicu stres, memengaruhi siklus menstruasi, hingga meningkatkan kerentanan kekerasan dalam rumah tangga akibat menurunnya pendapatan keluarga.

Leksi menekankan, kondisi ini menunjukkan perlunya kebijakan yang peka gender dalam menghadapi perubahan iklim. “Perempuan harus dilibatkan dalam solusi perubahan iklim, karena merekalah yang paling terdampak. Keadilan iklim dan keadilan seksual berjalan beriringan. Jika hak-hak perempuan marginal dipenuhi, maka keadilan gender lebih mudah tercapai,” ujarnya.

Sebagai penutup, PERMAMPU bersama jaringan organisasi perempuan di Sumatera berkomitmen memperkuat kapasitas perempuan akar rumput dalam menghadapi krisis iklim. Langkah adaptasi yang ditawarkan mencakup pertanian cerdas iklim, pengelolaan sampah, diversifikasi pendapatan, hingga pemanfaatan pangan lokal untuk mendukung kesehatan reproduksi.

Proudly powered by WordPress | Theme: Looks Blog by Crimson Themes.