Perayaan Hari Kartini 2025

KBRN, Bengkulu: Konsorsium PERMAMPU memperingati Hari Kartini dengan menggelar kegiatan refleksi perjuangan R.A. Kartini yang dirangkaikan dengan konsolidasi Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) se-Sumatera. Acara ini berlangsung secara hibrid, serentak di 8 provinsi dan 33 kabupaten/kota melalui titik Zoom yang tersebar, dengan total partisipasi sebanyak 415 orang. Dari jumlah tersebut, 392 merupakan perempuan dan 19 laki-laki, yang datang dari berbagai elemen masyarakat seperti lansia, perempuan muda, tokoh agama dan adat, perwakilan pemerintah daerah, NGO, media, hingga penyandang disabilitas.

Kegiatan ini menjadi ruang refleksi atas perjuangan Kartini serta penguatan kapasitas organisasi FKPAR sebagai wadah perjuangan perempuan akar rumput—yang mencakup perempuan pedesaan, perempuan miskin kota, perempuan muda, perempuan lansia, dan perempuan disabilitas. Koordinator PERMAMPU, Dina Lumbantobing, dalam sambutannya menyampaikan bahwa perayaan Hari Kartini bukan hanya seremonial, melainkan momen penting untuk menyadari kembali tantangan yang dihadapi perempuan dari masa ke masa.

Ia menekankan bahwa perjuangan Kartini dalam memperjuangkan hak pendidikan dan keterlibatan perempuan dalam masyarakat masih sangat relevan. Ironisnya, Kartini sendiri menjadi korban kematian ibu saat melahirkan, yang mencerminkan persoalan mendasar perempuan hingga hari ini. Dina menambahkan, angka kematian ibu di beberapa provinsi di Sumatera masih tergolong tinggi, seperti di Aceh (201 kasus), Sumatera Utara (195 kasus), dan Lampung (192 kasus). Hal ini menegaskan pentingnya perhatian serius terhadap kesehatan reproduksi perempuan.

Dalam diskusi yang berlangsung di berbagai wilayah, perempuan akar rumput mengangkat beragam persoalan yang mereka hadapi sehari-hari, mulai dari terbatasnya akses pendidikan dan kesehatan, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, hingga ketimpangan ekonomi dan sosial. Mereka juga menyoroti minimnya kesempatan bagi perempuan untuk mengakses kepemimpinan publik, terutama di wilayah-wilayah yang masih sangat dipengaruhi oleh norma adat.

Data terbaru dari Dinas P3A Sumatera Selatan yang disampaikan oleh Fitriana, S.Sos., M.Si menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap anak perempuan di Jambi, Palembang, dan Bengkulu masih tinggi dibanding rata-rata nasional. Sementara itu, dr. Nessi Yunita, M.M dari Dinas P3A Lampung Selatan menyebutkan, terdapat sedikitnya 25 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tercatat selama tahun berjalan, dengan kecenderungan terus meningkatnya kasus perkawinan usia anak.

Para peserta kegiatan juga memaknai perjuangan Kartini dalam konteks masa kini. Pendidikan bagi perempuan, terutama yang berada di daerah tertinggal seperti Nias, Mentawai, dan Pesisir Barat, masih sulit diakses akibat hambatan geografis dan ekonomi. Perempuan muda di Sumatera terinspirasi untuk menjadi pemimpin dan penggerak perubahan di masyarakat, namun tantangan budaya dan patriarki masih kuat membatasi ruang gerak mereka. Sementara itu, kontribusi perempuan dalam ekonomi kerap terhambat oleh beban ganda, karena tanggung jawab domestik masih dominan menjadi beban perempuan.

Kegiatan ini ditutup dengan komitmen bersama seluruh peserta untuk memperkuat kerja-kerja FKPAR dalam memperjuangkan hak-hak perempuan akar rumput. Di sepanjang tahun 2025, gerakan ini akan difokuskan pada peningkatan akses pendidikan bagi perempuan putus sekolah, pemberdayaan ekonomi perempuan muda, pendataan penyandang disabilitas, penguatan kepemimpinan perempuan di tingkat desa, serta advokasi kebijakan perlindungan perempuan dan anak, terutama dalam pencegahan perkawinan usia anak di bawah 19 tahun.

“Semangat Kartini bukan hanya milik masa lalu. Ia adalah inspirasi perjuangan kita hari ini untuk membangun masyarakat yang adil dan setara, dari akar rumput hingga ke pusat kebijakan,” tutup Dina Lumbantobing.https://www.rri.co.id/bengkulu/daerah/1468104/konsorsium-permampu-rayakan-hari-kartini